It’s hard for me to blame you when you were already lost

zee ☆
4 min readJun 2, 2023

--

Natasha’s Point of View.

He describe her very well, but I know that he’s lying that he has feelings for someone else. Aku sudah kenal dia lebih dari tujuh tahun, tanpa melihat raut wajahnya secara langsung pun aku bisa tau kapan dia jujur dan kapan dia berbohong. He’s not the type of person who fall for someone else that easily, even if he want to. Jangankan perasaan ke orang lain, di situasi seperti ini dia juga pasti nggak mengenali perasaan ke dirinya sendiri. Ada satu hal yang cukup mengganggu pikiranku, Elzio bisa merasa dia ditemani dan dimengerti oleh perempuan yang dia maksud. Cemburu? Nggak juga, tapi aku marah ke diriku sendiri, karena aku nggak bisa menemani dan mengerti dia. Aku sedikit menyayangkan, kenapa dia harus menggunakan orang lain sebagai alasan, padahal dia punya beribu-ribu alasan untuk menyudahi hubungan kita berdua. Apa sesusah itu untuk mengungkapkan semua apa yang selama ini kamu pendam sendiri? Apa sesusah itu… untuk tetap tinggal?

Aku juga sebenarnya nggak bisa mengenali sepenuhnya apa yang sekarang aku rasakan, apakah aku masih ada sedikit rasa untuk mempertahankan hubunganku? Atau aku sedang menunggu waktu yang tepat untuk memutus benang yang memang sudah seharusnya aku gunting? Deep down, sekali aja aku mau Elzio menyalahkan semua yang terjadi di hubungan kita ke diriku, setidaknya aku juga bisa sekali aja untuk membela diri dan mempertahankan sedikit pecahan yang tersisa— seenggaknya beri aku kesempatan untuk mempertahankan harga diriku, egoku masih begitu besar.

Kata Leo, aku sama Elzio memiliki sifat utama yang mirip — layaknya cerminan. “Kalian berdua tuh egonya sama-sama tinggi, sama-sama keras kepala juga,” ucapnya. Dulu aku bisa tertawa mendengar hal itu, tapi sekarang aku merasakan kalau kemiripan itu bukanlah suatu keberuntungan. Aku berdiri dengan pikiranku dan dia juga begitu. Elzio lebih banyak mengalah daripada aku yang mengalah dan memberi makan terhadap egonya — sebuah keberuntungan buat aku, tapi buat Elzio? Entahlah, dia nggak begitu terbuka ke aku, apalagi tentang apa yang sebenarnya dia rasakan.

Kalau aku yang ada di posisi Elzio, mungkin aku nggak akan bisa bertahan sebegitu lamanya seperti Elzio bertahan di sampingku. Aku mewajarkan semuanya, tapi… rasanya tetap aneh. Masih ada hal janggal lainnya yang sebenarnya mau aku ungkapkan, dan masih ada sedikit ego untuk bisa mempertahankan apa yang tersisa — walaupun aku nggak tau apa yang sebenarnya masih tersisa. Apakah aku masih ada sedikit rasa sayang ke Elzio? Nggak tau. Aku nggak bisa menjawab pertanyaan itu dengan lantang karena aku juga nggak tau rasa apa yang aku miliki sekarang. Rasanya yang pernah aku miliki sudah nggak sama lagi dan nggak akan pernah sama seperti dulu. Mungkin memang sudah seharusnya begini, ah… tapi…

Otakku terlalu ruwet untuk mencerna apa yang sedang terjadi sekarang, bahkan aku nggak tau kata-kata apa aja yang sudah aku kirim ke Elzio. Seketika aku nggak bisa memutar kembali apa saja yang terjadi selama tujuh tahun hubunganku. Terlalu banyak cerita yang cuma aku ceritakan ke Elzio, dan mungkin juga Elzio begitu ke aku, tapi banyak juga yang kita tutup begitu rapat dari satu sama lain. Kepalaku terus berpikir kalau nggak begini seharusnya hubunganku berakhir, nggak semudah ini seharusnya aku mengiyakan semua perkataan yang Elzio kirim ke aku, tapi… memang seharusnya bagaimana? Mau marah juga rasanya nggak bisa karena aku penyebab utamanya, mau menyalahkan Elzio sepenuhnya juga… nggak bisa. Aku sampai melupakan kalau dia menggunakan orang lain untuk menyudahi hubungan ini, tapi…

Aku nggak tau…

Kali ini aku paham kenapa Kei menjauhkan dirinya dari aku ketika dia mau jauh dari Leo, karena sekarang aku enggan untuk datang ke dia, menceritakan apa yang terjadi barusan. Kali ini aku paham… tapi, aku nggak punya siapa-siapa lagi selain Elzio, Kei dan Leo. Aku harus pergi ke mana di saat aku nggak mau lihat mereka?

Sudah cukup lama aku berdiam diri sampai akhirnya telingaku menangkap suara yang menyadarkanku dari lamunan. “Tash,” panggilnya entah keberapa kali.

“Eh.” Aku berusaha menyadarkan diriku sepenuhnya. “Kenapa, Ju?”

You okay, ‘kan?” tanyanya serius. Orang ke-sekian yang Mami kenalkan ke aku — salah satu alasan terbesar kenapa hubunganku bisa seperti ini. Aku nggak akan menyalahkan Mami karena pasti ada alasannya, tapi aku juga nggak bisa melindungi ego dan harga diri yang Elzio punya di depan Mami — aku tau kalau dia merasa direndahkan sama Mami atau kadang Papi, tapi entah kenapa aku langsung nggak bisa berkutik apapun untuk membela Elzio.

Juan sama sekali nggak mengetahui hubunganku dengan Elzio, kalau dia tau… mungkin dia bisa tau apa yang sekarang sedang terjadi ke aku. Juanartha Joesoef, orang-orang nggak akan asing dengan nama itu — apalagi Elzio. Ah, perasaan ini aneh…

Okay kok,” jawabku pelan, aku terdiam sebentar sampai aku sadar sepenuhnya siapa yang ada di depanku sekarang. “Ngapain sepagi ini ke sini, Ju?”

“Gue ada photoshoot jam setengah 10 di deket sini, sekalian ngasih lo sarapan juga,” jawabnya sambil menunjukkan paperbag yang ada di tangan kirinya. Ah… aku nggak begitu memiliki banyak tenaga untuk bisa mengunyah makanan. “Boleh ngasih ini? Atau nggak boleh sama sekali?” tanyanya.

“Juan,” panggilku, entah apa yang aku katakan selanjutnya adalah hal yang tepat untuk aku lakukan sekarang atau nggak.

“Hmm?”

Aku selalu menolak semua laki-laki yang Mami kenalkan ke aku, tapi sekarang aku lagi nggak bisa ditinggal sendirian. “Masih ada satu jam lagi, can you stay a little longer?

--

--

No responses yet