Elzio’s Point of View
“5 Minutes. Stand by,” ucap salah satu staf yang selalu mengingatkan kapan gue harus naik ke panggung. Sedikit takjub sama staf yang selalu mencoba untuk tepat waktu, entah bagaimanapun hambatan nggak terduga yang tiba-tiba datang, mereka akan selalu mencoba menyelesaikan semua itu dalam waktu yang secepat-cepatnya. A lot of praise for their hard work, dan… sekarang gue harus berjalan naik ke atas panggung.
Hari ini terasa beda, nggak seperti biasanya ketika gue manggung. Terlalu banyak hal yang masuk ke dalam pikiran gue sekarang. Nggak tau sekarang gue harus merasa senang, sedih atau marah — terlalu banyak ‘emosi’ yang gue rasakan. Gue pernah baca kalau manusia itu punya enam emosi dasar, dan sekarang gue merasakan lebih dari enam emosi dasar itu — nggak bisa gue deskripsikan.
Gue duduk di kursi yang nggak memiliki sandaran — but somehow I’ve always felt much more comfortable, gue bahkan betah duduk di kursi ini selama dua jam tanpa henti. Mata, tangan dan kaki gue sudah siap di posisi ternyamannya. Mata gue yang selalu mengecek posisi alat-alat yang ada di depan gue, tangan gue yang selalu siap bersama dengan stik drum kesayangan gue dan kaki gue yang siap di posisinya.
It’s more than hobbies, kalimat yang selalu gue ucapkan ketika orang-orang mulai meragukan keputusan gue waktu itu— it’s more than that. Snare, bass, tom-tom, berbagai macam cymbal dan chain pedal yang baru gue beli kemaren… mereka sudah jadi tempat gue melampiaskan segala macam cerita dan emosi yang nggak bisa gue sampaikan dengan kata-kata melalui bibir gue. It’s more than that.
Gue sangat menikmati momen sekarang. Hari ini adalah rangkaian terakhir dari album tour yang sudah gue jalanin selama sebulan kebelakang. Ternyata sebanyak itu orang yang bisa membuat gue merasa diterima. Gue nggak pernah merasa gue haus akan pujian, tapi bohong kalau gue gak senang ketika orang-orang mulai menikmati hal yang gue hasilkan sekarang. Rasanya penuh, seakan-akan gue nggak membutuhkan hal lain lagi.
Satu setengah jam pertama, rasa senang begitu mendominasi diri gue. Gue selalu merasa begini setiap gue ada di atas panggung, semua beban seperti dengan sengaja gue tinggal di belakang panggung agar gue bisa menikmati hal ini sepenuhnya.
Tapi, hari ini jelas berbeda. Beban itu gue bawa ke atas panggung, gue nggak bisa sepenuhnya senang. Kenapa gue harus merasakan hal ini? Perasaan bersalah ketika gue bisa menikmati hal ini, seakan gue nggak seharusnya senang dan puas dengan kegiatan yang sekarang gue lakukan.
Front of House. Dari tadi gue selalu menghindar untuk menatap ke arah FOH, lebih tepatnya ke arah Tasha. Ini pertama kalinya Tasha melihat gue di atas panggung, dan gue nggak bisa membaca apa yang sedang dia pikirkan.
Tujuh tahun memang bukan waktu yang sebentar. ‘Sudah hafal di luar kepala’ adalah istilah yang cocok ketika gue disuruh untuk mendikte hal-hal yang berhubungan dengan Tasha. Tapi, dengan umur hubungan yang terbilang lama, kenapa gue merasakan banyak kemunduran dengan kita berdua akhir-akhir ini?
Bukan perasaan senang yang menyelimuti gue ketika mata kita saling terpaut. Rasanya begitu asing. Gue yakin gue nggak akan pernah jenuh, tapi… rasanya mulai menghilang.
Satu persatu pertanyaan ragu akan diri gue mulai muncul di kepala gue. Apa hari ini gue benar dengan melakukan hal ini?
Kenapa gue harus merasa ragu dengan diri sendiri ketika gue menatap ke arah dia?
Gue sama sekali nggak menyalahkan kedua orang tua Tasha yang sekarang belum menerima hubungan gue dan Tasha, menurut gue itu adalah hal yang wajar sebagai orang tua. Tapi, di sisi lain gue merasa dijatuhkan dan diragukan. Seragu-ragunya Ayah ke gue, gue nggak pernah merasa dijatuhkan sebegininya.
Sebegitunya, sampai gue merasa pantas untuk diberlakukan seperti itu.
Kadang, gue sampai meragukan pilihan gue sendiri, merasa mereka yang benar dan gue yang salah. Gue kayak hilang arah nggak harus mau ke mana dan ngapain. Rasanya kayak jalan di tempat. Gue nggak bisa maju, tapi gue juga nggak mau mundur. Semua hal yang berhubungan diri gue rasanya nggak ada kemajuan sama sekali. Apa mungkin gue sumber masalahnya?
Menatap Tasha, gue merasa semuanya secara perlahan mulai hilang. Sudah nggak ada lagi gemuruh kupu-kupu yang memenuhi perut gue. Perasaan nyaman pun hilang entah mulai sejak kapan. Gue akui semuanya sudah jauh berbeda, nggak lagi sama, tapi perasaan ini nggak pernah sama sekali terpikirkan oleh gue. Di saat gue mulai merasa hidup karena banyaknya orang yang mulai mengapresiasi gue, kenapa gue bisa merasa hilang karena satu orang? Kenapa perasaan ‘hilang’ ini harus gue rasakan?
I am slowly falling out of love…
With her, and myself…
What should I do?